RSS

Peristiwa Tanjung Priuk

hallo, hallo, hai.........!!!!

Saya baru muncul setelah beberapa bulan absen (baru ada waktu senggang). Nah, kali ini Enno akan membagi pengetahuan tentang materi sejarah, yaitu, "Peristiwa Tanjung Priuk". I hope you'll like it!!!

Ok, di dalam makalah ini, Enno menjelaskan tentang bagaimana peristiwa tanjung priuk dimulai dan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani peristiwa tanjung priuk ini.............

Yaps, tanpa do-re-mi-fa-sol-la-si-do lagi, Check this out...!!! :) :)

Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga makalah berjudul “Peristiwa Tanjung Priuk” ini dapat terselesaikan.
Apa yang terjadi pada 12 September 1984 tidak bisa dilepaskan dari konteks politik nasional pada masa itu, yakni keinginan Orde Baru menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bagi pelbagai ormas dan orsospol. Kebijakan ini memunculkan reaksi keras dari pelbagai elemen. Salah satunya adalah komunitas muslim Priok. Bentuk-bentuk resistensi dan kritik komunitas muslim Priok terhadap konsep asas tunggal Pancasila ini melalui penyebaran pamlet dan ceramah dalam pengajian-pengajian, baik yang berskala kecil maupun besar (tabligh akbar).
Dalam penyusunan makalah atau pengumpulan materi, tidak sedikit hambatan yang sempat kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari Bapak guru, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
  1. Bapak guru bidang studi Sejarah yang telah  meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan, sehingga termotivasi dan menyelesaikan makalah  ini.
Dan semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

                                      

Pangkajene, 20 September  2012


Penulis

 

Bab 1

Pendahuluan

A. Pendahuluan

Apa yang terjadi pada 12 September 1984 tidak bisa dilepaskan dari konteks politik nasional pada masa itu, yakni keinginan Orde Baru menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bagi pelbagai ormas dan orsospol. Ini dilakukan setelah Orde Baru merasa cukup kuat dari aspek struktur pemerintahan maupun pengaruh politik yang dibangunnya. Kebijakan ini memunculkan reaksi keras dari pelbagai elemen. Salah satunya adalah komunitas muslim Priok. Bentuk-bentuk resistensi dan kritik komunitas muslim Priok terhadap konsep asas tunggal Pancasila ini melalui penyebaran pamlet dan ceramah dalam pengajian-pengajian, baik yang berskala kecil maupun besar (tabligh akbar).
Jauh sebelum peristiwa 12 September 1984 itu meletus, Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat Priok, telah mengkoordinir pengajian-pengajian yang diikuti para remaja di Tanjung Priok. Bahkan sekitar tiga bulan sebelumnya, setiap satu minggu diadakan dua kali tabligh akbar. Materi ceramah biasanya berkisar tentang maraknya praktek korupsi yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, penolakan terhadap program Keluarga Berencana (KB), penolakan terhadap larangan penggunaan jilbab bagi siswi SLTA, hingga kritik keras terhadap rencana pemerintah untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bagi ormas dan orsospol.
Di tengah situasi itu, terjadi insiden yang kemudian menyulut kemarahan masyarakat muslim Priok. Pada tanggal 8 September 1984, Sertu Hermanu, aparat Babinsa (Bintara Pembina Desa), diisukan masuk ke Mushola As-sa’adah mencopot sisa-sisa pamlet yang berada di dinding tempat tersebut dengan air got. Ia juga masuk ke Mushola itu tanpa terlebih dahulu melepas alas kaki. Rumor ini dengan cepat menyebar ke seluruh wilayah Tanjung Priok dan Jakarta. Banyak di antara masyarakat muslim Priok yang mendengar peristiwa tersebut menjadi naik pitam. Akhirnya, terjadi insiden pembakaran motor Sertu Hermanu oleh masyarakat sekitar Koja yang kemudian berujung pada penangkapan empat orang warga Koja dan jamaah Mushola tersebut oleh pihak aparat keamanan.

B. Rumusan Masalah

Pada 12 September 1984 tidak bisa dilepaskan dari konteks politik nasional pada masa itu, yakni keinginan Orde Baru menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bagi pelbagai ormas dan orsospol. Kebijakan ini memunculkan reaksi keras dari pelbagai elemen. Salah satunya adalah komunitas muslim Priok. Bentuk-bentuk resistensi dan kritik komunitas muslim Priok terhadap konsep asas tunggal Pancasila ini melalui penyebaran pamlet dan ceramah dalam pengajian-pengajian, baik yang berskala kecil maupun besar (tabligh akbar).
Berdasarkan hal diatas, timbul pertanyaan sebagai berikut :
1.     Tindakan apa yang menimbulkan terjadinya peristiwa Tanjung Priuk?
2.    Apa saja yang terjadi pada peristiwa Tanjung Priuk?
3.    Berapa banyak korban pda peristiwa Tanjung Priuk?
4.    Bagaimana tindakan para aparat pada kejadian itu?

C. Tujuan

Setelah menyimak latar belakang dan rumusan masalah, ada beberapa tujuan yang harus dicapai. Tujuan yang hurus dicapai adalah sebagai berikut :
1.     Mengetahui sejarah singkat awal terjadinya peristiwa tanjung priuk
2.    Dapat mengetahui tindakan – tindakan yang dilakukan para ulama dan para aparat



Bab 2

Pembahasan

A.        Awal Terjadinya Peristiwa Tanjung Priuk

Senin, 10 September 1984. Seorang oknum ABRI, Sersan Satu Hermanu yang diketahui non-Islam, mendatangi mushala As-Sa’adah untuk menyita pamflet berbau ‘SARA’. Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram dinding mushala dengan air got, bahkan menginjak Al-Qur’an. Warga marah dan motor Hermanu dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk Kodim. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak mendapat respon dari aparat. Malah mereka memprovokasi dengan mempertontonkan salah seorang pengurus mushola yang ditahan itu, dengan tubuh penuh luka akibat siksaan.
Rabu, 12 September 1984. Mubaligh Abdul Qodir Djaelani membuat pernyataan yang menentang azas tunggal Pancasila. Malamnya, di Jalan Sindang, Tanjung Priok, diadakan tabligh. Ribuan orang berkumpul dengan semangat membara, disemangati khotbah dari Amir Biki, Syarifin Maloko, Yayan Hendrayana, dll. Tuntutan agar aparat melepas empat orang yang ditahan terdengar semakin keras. Amir Biki dalam khotbahnya berkata dengan suara bergetar, “Saya beritahu Kodim, bebaskan keempat orang yang ditahan itu sebelum jam sebelas malam. Jika tidak, saya takut akan terjadi banjir darah di Priok ini”.

B.        Tentara dan Ulama

Mubaligh lain, Ustadz Yayan, bertanya pada jamaah, “Man anshori ilallah? Siapa sanggup menolong agama Allah ?” Dijawab oleh massa, “Nahnu Anshorullah! Kami siap menolong agama Allah!” Sampai jam sebelas malam tidak ada jawaban dari Kodim, malah tank dan pasukan didatangkan ke kawasan Priok. Akhirnya, lepas jam sebelas malam, massa mulai bergerak menuju markas Kodim. Ada yang membawa senjata tajam dan bahan bakar. Tetapi sebagian besar hanyalah berbekal asma’ Allah dan Al-Qur’an. Amir Biki berpesan, “Yang merusak bukan teman kita!”
Di Jalan Yos Sudarso massa dan tentara berhadapan. Tidak terlihat polisi satupun, padahal seharusnya mereka yang terlebih dahulu menangani (dikemudian hari diketahui, para polisi ternyata dilarang keluar dari markasnya oleh tentara). Massa sama sekali tidak beringas. Sebagian besar malah hanya duduk di jalan dan bertakbir. Tiba-tiba terdengar aba-aba mundur dari komandan tentara. Mereka mundur dua langkah, lalu … Tanpa peringatan terlebih dahulu, tentara mulai menembaki jamaah dan bergerak maju. Gelegar senapan terdengar bersahut-sahutan memecah kesunyian malam. Aliran listrik yang sudah dipadamkan sebelumnya membuat kilatan api dari moncong-moncong senjata terlihat mengerikan. Satu demi satu para syuhada tersungkur dengan darah membasahi bumi. Kemudian, datang konvoi truk militer dari arah pelabuhan, menerjang dan melindas massa yang tiarap di jalan. Dari atas truk, orang-orang berseragam hijau tanpa nurani gencar menembaki. Tentara bahkan masuk ke perkampungan dan menembak dengan membabi-buta. Tanjung Priok banjir darah.

C.        Korban Peristiwa Tanjung Priuk

Pemerintah dalam laporan resminya yang diwakili Panglima ABRI, Jenderal L. B. Moerdani, menyebutkan bahwa korban tewas ‘hanya’ 18 orang dan luka-luka 53 orang. Namun dari hasil investigasi tim pencari fakta, SONTAK (SOlidaritas Nasional untuk peristiwa TAnjung prioK), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan cacat. Sampai dua tahun setelah peristiwa pembantaian itu, suasana Tanjung Priok begitu mencekam. Siapapun yang menanyakan peristiwa 12 September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat.

D.        Kesaksian Korban

Menurut kesaksian K.H. Abdul Qodir Djaelani, korban peristiwa Priok, lebih dari dua truk besar mayat diangkut atau orang yang terkena tembakan disusun seperti karung goni. Sesudah truk itu berlalu, datang mobil ambulan dan pemadam kebakaran membersihkan, menyiram darah di jalan raya, dan sisinya hingga bersih. Kesaksian ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Yusron, salah seorang saksi mata saat peristiwa pembantaian massal itu berlangsung.
“Mereka yang meninggal tak hanya ditembak, tapi juga dilindas truk. Ketika massa sedang tiarap (menghindari tembakan), kemudian truk lewat, truk ABRI, dari arah utara ke arah selatan. Truk itu melindas massa yang sedang tiarap. Ada massa yang sudah kena tembak, yang lari dikejar, bahkan ada yang lari sampai ke lorong-lorong pun masih dikejar, ditembak dari atas truk………..saya dilempar ke atas truk ditumpuk bersama mayat-mayat. Di atas saya masih ada dua mayat lagi, di bawah saya ada dua lagi”.
Sebagian besar korban, baik yang meninggal maupun luka-luka, langsung dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Darat. Pihak keluarga korban tidak diperbolehkan menjenguk korban yang sedang menjalani perawatan. Kondisi ini menyebabkan kebingungan keluarga korban perihal keberadaan anggota keluarganya; apakah saudara, ayah, atau kakaknya sudah meninggal atau memang masih hidup. Ada sebagian korban yang meninggal, dikuburkan secara massal di beberapa tempat pemakaman umum (TPU).



Bab 3

Penutup

A.  Simpulan

Peristiwa Tanjung Priuk terjadi pada hari Senin, 10 September 1984. Seorang oknum ABRI, Sersan Satu Hermanu yang diketahui non-Islam, mendatangi mushala As-Sa’adah untuk menyita pamflet berbau ‘SARA’. Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram dinding mushala dengan air got, bahkan menginjak Al-Qur’an. Warga marah dan motor Hermanu dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk Kodim. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak mendapat respon dari aparat. Malah mereka memprovokasi dengan mempertontonkan salah seorang pengurus mushola yang ditahan itu, dengan tubuh penuh luka akibat siksaan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar